Persepsi JB Menurut Saya :)

Apa yang ada dipikiran lo ketika mendengar “Kolese De Britto”? Well, boleh gue tebak? Mungkin, dipikiran lo seperti ini ya: Sekolah yang siswanya berambut gondrong itu ya? Yang jarang pake seragam itu ya? Yang kalau akhir tahun ajaran itu boleh nyoret-nyoret tembok ya? Anyway, kalau anggapan lo segitu, masih cetek banget, Boy (kaya pengetahuan gue banyak aja hehe). Gue tahu JB dari temen gue, dia salah satu siswa disana, pria dengan senyum yang memukau ini adalah seorang (sorry) veteran. Tapi, want to know something? Cara bicara dan pola pikirnya tetap berkualitas, disini terbukti veteran dan tidak veterannya seorang anak JB, pasti mereka tetap cerdas. Kualitas seseorang kan memang tidak ditentukan dengan NILAI, tapi dengan PROSES. Dan, menurut temen gue, veteran bukan sesuatu yang harus ngebuat dia ngedown apalagi ngerasa ga berguna lagi. Toh, status veteran atau enggaknya seorang anak JB, tidak mengurangi rasa kebersamaan dia dengan temen-temennya.

Oke, boleh ya gue lanjut dengan rasa “iri” gue terhadap temen gue yang sekolah di JB ini. Saya salah satu siswi sekolah negeri di bilangan Depok, Jawa Barat. Dengan segala peraturan yang kadang menurut saya sering dilogis-logiskan itulah, sehingga sekolah negeri saat-saat ini hanya sebagai tempat untuk mengajarkan sesuatu yang semuanya telah terdapat dibuku, sekedar transfer ilmu pengetahuan, tidak memperdalam sesuatu yang disebut moral, nasionalisme, kecintaan terhadap bangsa, dan rasa kecintaan terhadap sekolah.

Pertama. Di sekolah saya, siswa laki-laki harus memangkas rambutnya dan tidak boleh gondrong, atas dasar apa? DISIPLIN! Apakah hubungannya disiplin dengan rambut pendek? DISPLIN itu kan soal SIKAP, bukan soal kondisi FISIK. DISIPLIN itu kan KESIAPAN HATI, bukan PEMAKSAAN dari orang lain. Dan menurut saya, pria gondrong bukan berarti tidak disiplin kok, begitu juga pria berambut pendek tidak menjamin dia akan bersikap disiplin, kembali ke konteks awal, disiplin itu soal SIKAP! Dan, betapa uniknya JB yang mengizinkan siswanya berambut gondrong tapi tetap disiplin terhadap tanggung jawabnya sebagai murid.

Kedua. Di sekolah saya, setiap anak wajib menggunakan seragam dan atribut yang lengkap. Seragam putih abu-abu, pin, ikat pinggang, serta baju harus dimasukan, kepala ikat pinggang harus kelihatan jika beberapa elemen itu tidak menempel dalam tubuh siswa, maka ada peringatan atas pelanggaran tersebut. Alasan itu digunakan agar siswa bisa mencintai sekolah, jika semua tentang sekolah melekat dalam tubuhnya, seperti pin berlambang sekolah, ikat pinggang berlambang sekolah, dan seragam sekolah. Padahal, KECINTAAN itu kan soal PERASAAN dan HATI, bukan soal apa yang kita GUNAKAN dan KENAKAN. Dan, betapa menakjubkannya cah JB, dengan baju bebas yang mereka kenakan, loyalitas dan kecintaan mereka terhadap sekolah tetap ada dan semakin lama semakin bertumbuh, karya nyatanya dibuktikan melalui JB MANIA.

Ketiga. Upacara bendera di sekolah saya selalu dilaksanakan pada hari Senin, tapi pemandangan wajib dari upacara tersebut adalah beberapa anak yang sibuk dengan mahluk tak bernafas bernama handphone, dan beberapa siswa lainnya sibuk membicarakan guru-guru. Apakah upacara berhasil menumbuhkan rasa kecintaan dan nasionalisme kita terhadap Indonesia? Dan, betapa sangat menggetarkannya JB, yang siswanya tetap memiliki rasa nasionalisme yang tinggi meskipun setiap hari Senin mereka tak selalu melaksanakan upacara.

Dan, sebenarnya apa sih yang salah dari pendidikan kita? Yap, kita terlalu memanjakan cara lama yang sebenarnya tidak menghasilkan apa-apa. Kita lebih banyak berbicara tentang teori daripada prakteknya. Rambut pendek, seragam serba lengkap, dan upacara tidak menjamin seorang siswa akan terbentuk karakter dan kepribadiannya. Dan, JB, apa istimewanya sekolah yang berdiri sejak 3 tahun setelah Indonesia merdeka ini? Sekolah ini punya cara pandang tersendiri, dimana peraturan dan paksaan tidak lagi digunakan dalam jalur pendidikan, dimana siswa bebas mengeksplorasi kreatifitas mereka dengan tetap menyadari hak serta kewajiban yang ada.

Saya suka sekolah ini. Saya wanita, dan kenyataan yang harus saya terima adalah saya tidak akan pernah bisa mengecap pendidikan disana, saya tidak akan bisa merasakan euforia berteriak lantang bersama JB MANIA. Jadi, bersyukurlah anda yang bisa bersekolah disana, karena banyak orang yang menginginkan tapi tidak mendapatkan.

Ini persepsi saya tentang JB, mungkin terlihat subjektif, makanya saya sebut persepsi, karena mungkin ada beberapa orang yang persepsinya berbeda denga saya. Ini persepsi saya, apa persepsimu?